Sejarah Perang Salib Pertama Hingga Kedelapan - Berikut ini adalah runtutan terjadinya perang salib I hingga ke-VIII yang dikisahkan secara runtut.
Perang Salib I
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa
Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke
Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan
Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097
mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha
(Edessa).
Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja.
Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan
Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya.
Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli
1099
M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey.
Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan
ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan
kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya
adalah Raymond.
Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul
dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa.
Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh
Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada
tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut
kembali.
Perang Salib II
Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan
Perang Salib kedua.[16][17] Paus Eugenius III menyampaikan perang suci
yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman
Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen
di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin
Zengi.
Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri
melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M.
Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi
yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M,
setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk menguasai Mesir. Hasil
peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem
pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran
Hittin, Shalahuddin berhasil mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli
dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik penguasaan daerah.
Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang
berlangsung selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus
merupakan kota besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat
itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat berhasil sukses dari
pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin
kemudian mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.
Perang Salib III
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan
Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara
Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati
Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang
Salib III.[18] Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur
berbeda.
Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa -
saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa - melalui jalur darat,
melewati Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia
karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip.
Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus
dan mendirikan Kerajaan Siprus.
Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka
berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin.
Philip kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah
kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang
Salib III. Richard tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa
beberapa kali mengalahkan Shalahuddin.
Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara Tentara Salib
dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian
ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul
Maqdis tidak akan diganggu.
Perang Salib IV
Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang
Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman,
Frederik II, mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke
Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik.
Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir
dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian
dengan Frederick.
Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyath, sementara
al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum
muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen
di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali
oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik
al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi
Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut
kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang
berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol,
sampai umat Islam terusir dari sana.
Perang Salib V
Perang Salib Kelima (1217–1221) adalah upaya untuk merebut
kembali Yerusalem dan seluruh wilayah Tanah Suci lainnya dengan
pertama-tama menaklukkan Dinasti Ayyubiyyah yang kuat di Mesir.
Paus Honorius III mengorganisir Tentara Salib yang dipimpin oleh Leopold
VI dari Austria dan Andrew II dari Hongaria, dan sebuah serangan
terhadap Yerusalem
akhirnya menyebabkan kota itu tetap berada di tangan pihak Muslim.
Belakangan pada 1218, sebuah pasukan Jerman yang dipimpin oleh Oliver
dari Koln, dan sebuah pasukan campuran Belanda, Vlams dan Frisia yang
dipimpin oleh William I, Adipati Belanda tiba. Untuk menyerang Damietta
di Mesir, mereka bersekutu dengan Kesultanan Rûm Seljuk di Anatolia,
yang menyerang Dinasti Ayubi di Suriah dalam upaya membebaskan Tentara
Salib dari pertempuran di dua front.
Setelah menduduki pelabuhan Damietta, para Tentara Salib berbaris ke selatan menuju Kairo
pada Juli 1221, tetapi mereka berbalik setelah pasokan mereka berkurang
dan menyebabkan mereka harus mengundurkan diri. Sebuah serangan malam
oleh Sultan Al-Kamil
menyebabkan kerugian besar di kalangan Tentara Salib dan akhirnya
pasukan itu pun menyerah. Al-Kamil sepakat untuk mengadakan perjanjian
perdamaian delapan tahun dengan Mesir.
Perang Salib VI
Perang Salib Keenam dimulai pada tahun
(1228-1237) sebagai upaya untuk mendapatkan kembali Yerusalem. Itu
dimulai tujuh tahun setelah kegagalan Perang Salib Kelima. Frederick II,
Kaisar Romawi Suci, telah melibatkan dirinya secara luas dalam Perang
Salib Kelima, pengiriman pasukan dari Jerman, tapi ia gagal mendampingi
pasukan secara langsung, walau ada dorongan Honorius III dan kemudian
Gregorius IX, saat ia diperlukan untuk mengkonsolidasikan posisinya di
Jerman dan Italia sebelum memulai sebuah perang salib. Namun, Frederick
lagi berjanji untuk pergi pada perang salib setelah penobatannya sebagai
kaisar pada 1220 oleh Paus Honorius III.
Pada 1225 Frederick menikah Yolande dari Yerusalem (juga dikenal
sebagai Isabella), putri John dari Brienne, calon penguasa Kerajaan
Yerusalem, dan Maria dari Montferrat. Frederick kini punya klaim pada
kerajaan yang terpecah, dan mempunyai alasan untuk berusaha
memulihkannya. Pada 1227, setelah menjadi Paus Gregorius IX, Frederick
dan pasukannya berlayar dari Brindisi menuju Acre, tetapi sebuah epidemi
Frederick menyebabkan ia kembali ke Italia. Gregorius mengambil
kesempatan ini untuk mengucilkan Frederick untuk tentara salib yang
melanggar sumpah, walaupun ini hanya alasan, seperti Frederick sudah
selama bertahun-tahun telah berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan
kekaisaran di Italia dengan mengorbankan kepausan.
Gregorius menyatakan bahwa alasan bagi ekskomunikasi Frederick adalah
keengganan untuk meneruskan perang salib. Untuk Gregory, perang salib
hanyalah alasan untuk mengucilkan kaisar. Frederick berusaha untuk
bernegosiasi dengan Paus, tapi akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya,
dan berlayar ke Suriah pada 1228 meskipun ekskomunikasi, dan tiba di Acre pada bulan September.
Perang Salib VII
Pada 1244, gabungan Khwarezmia merebut Yerusalem dalam perjalanan mereka ke sekutu Mamluk Mesir.
Sehingga Yerusalem kembali dikuasai muslim, namun kejatuhan Yerusalem
tidak lagi merupakan sebuah peristiwa menghancurkan dunia Kristen Eropa,
yang telah melihat perpindahan kota itu dari kistiani ke
pada muslim ke sekian kali dalam dua abad terakhir. Kali ini, meskipun panggilan dari Paus, tidak ada antusiasme populer untuk
perang salib baru.
Paus Innosensius IV dan Frederick II, Kaisar Romawi Suci melanjutkan
perjuangan kepausan-kekaisaran. Frederick ditangkap dan dipenjarakan
ulama dalam perjalanan ke Konsili Lyon, dan
pada 1245 ia secara resmi digulingkan oleh Innosensius IV.
Paus Gregorius IX juga telah ditawarkan sebelumnya saudara Raja Louis,
pangeran Robert of Artois, tetapi Louis menolak. Dengan demikian, Kaisar
Romawi Suci tidak dalam posisi untuk
perang salib.
Henry III dari Inggris itu masih berjuang dengan Simon de Montfort dan
masalah lain di Inggris. Henry dan Louis tidak dalam saat yang terbaik,
yang terlibat dalam Capetia-Plantagenet perjuangan, dan sementara Louis
sedang pergi ber
perang raja
Inggris menjanjikan menandatangani gencatan senjata untuk tidak
menyerang tanah Perancis. Louis IX juga mengundang Raja Haakon IV dari
Norwegia untuk
perang salib,
mengirim penulis sejarah inggris Matius Paris sebagai seorang duta
besar, tapi sekali lagi tidak berhasil. Satu-satunya orang yang tertarik
memulai
perang salib yang lain karena itu Louis IX, yang menyatakan niat untuk pergi ke arah timur
pada tahun 1245.
Perang Salib Ketujuh (1248-1254) adalah
perang salib yang dipimpin oleh Louis IX dari Perancis. Sekitar 50.000 bezant emas (suatu jumlah yang setara dengan seluruh pendapatan
tahunan
dari Perancis) dijadikan tebusan untuk membebaskan Raja Louis yang
bersama dengan ribuan pasukannya, ditangkap dan dikalahkan oleh pasukan
Mesir yang dipimpin oleh Sultan Ayyubiyah Turansyah didukung oleh
Bahariyya Mamluk dipimpin oleh Faris ad-Din Aktai, Baibars al-Bunduqdari, Qutuz, Aybak dan Qalawun.
Perang Salib VIII
Perang Salib terakhir juga dipimpin oleh Louis IX. Di tahun-tahun
kemudian, perubahan di dunia Muslim mengakibatkan munculnya sejumlah
serangan baru ke wilayah Kristen di Tanah Kudus. Warga lokal meminta
bantuan militer pada Barat, tapi cuma sedikit bangsa Eropa yang tertarik
untuk melakukan kampanye besar. Satu orang yang sekali lagi mau
memanggul beban adalah Louis IX. Namun kampanye yang dia lakukan kali
ini mencapai kurang dari apa yang dicapai sebelumnya bagi Kerajaan
Yerusalem.
Tidak diketahui mengapa, tapi Tunisia di Afrika Utara
dijadikan sasaran awal. Setelah disana, wabah peyakit mengambil nyawa
banyak orang, termasuk Louis serta saudaranya, Charles Anjou, tiba
dengan kapal-kapal Sisilia dan berhasil mengungsikan sisa tentara.
Meskipun
ini adalah Perang Salib terakhir, ini bukanlah ekspidisi militer
terakhir yang bisa disebut sebagai Perang Salib. Kampanya terus
diserukan atas berbagai sasaran (bukan hanya Muslim) oleh Prajurit
Salib-orang yang berkaul untuk melakukan perang.
Umat Kristen di
Palestina ditinggalkan tanpa bantuan lebih lanjut. Meskipun mengalami
kekalahan terus menerus, Kerajaan Yerusalem tetap bertahan sampai 1291,
ketika akhirnya musnah. Umat Kristen masih tetap hidup di daerah
tersebut bahkan setelah kejatuhan Kerajaan Yerusalem